Aslan adalah namanya, nama yang memang sama dengan nama penguasa dalam kisah fiktif di Negeri Narnia. Dalam kisah fiktif di negeri Narnia itu, Aslan digambarkan dalam bentuk Singa besar yang aumannya dapat menggetarkan nyali musuh-musuhnya. Tentu saja Aslan disini bukanlah sosok penguasa yang dimaksud, bahkan berbeda 180 derajat sama sekali kehidupan nyata, Aslan hanyalah seorang buruh di perusahaan farmasi yang sudah bekerja 10 tahun lamanya dan kemudian di PHK secara sepihak tanpa diberikan pesangon sepeserpun.
Kisah
perjuangan Aslan sang buruh di Jakarta ini dimulai pada suatu hari di
tahun 2011 di tempatnya bekerja sehari-hari, Aslan seorang karyawan
teladan yang tlah bekerja semenjak tahun 2002 ini merasa heran dengan
kebijakan perusahaan yang mengganti jenis asuransi kesehatan secara
sepihak, tanpa pernah menginformasikannya kepada para karyawan yang
lain. Aslan dengan beberapa temannya pun berupaya menghubungi manajemen
perusahaan untuk mempertanyakan kebijakan ini, namun perusahaan tak
bergeming dan sama sekali tidak mau memberi penjelasan kepada para
karyawan, hingga akhirnya pada bulan Juni 2011 Aslan dan beberapa
karyawan yang lain memilih untuk tidak masuk kerja selama 1 (satu) hari
sebagai bentuk protes atas kebijakan perusahaan.
Keesokan harinya setelah protes yang dilakukan tersebut, Aslan dan karyawan lainnya pun datang ke perusahaan untuk
melaksanakan pekerjaan seperti biasanya, namun pihak perusahaan malah
kemudian balik mengusir Aslan dan langsung mengeluarkan keputusan PHK
tanpa diberi pesangon sepeserpun kepada dirinya. Tentu saja Aslan sangat
kaget dengan keputusan ini, bagaimana mungkin seorang pekerja yang
tidak masuk 1 (satu) hari kerja saja bisa langsung berimplikasi pada PHK
tanpa pesangon sepeserpun?? Rusak sudah negeri ini jika hal yang
seperti ini dibenarkan oleh hukum.
Tidak
terima dengan keputusan tersebut, Aslan pun berjuang demi mendapatkan
hak-haknya, perundingan di tahap Suku Dinas Tenaga Kerja dilalui,
anjuran Sudinaker pun menganjurkan agar pihak perusahaan membayarkan
pesangon Aslan, namun perusahaan tetap tidak bergeming hingga akhirnya
Aslan mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Di
dalam tahap PHI ini, terbukti jika Aslan bersama dengan karyawan lain
telah melakukan mogok kerja selama satu hari, namun disisi lain aturan
hukum Ketenagakerjaan telah mengatur implikasi jika mogok kerja
dilakukan dengan tidak sah, yakni dianggap mangkir. Pertanyaannya
sekarang, apakah tindakan mangkir satu hari dari pekerjaan serta merta
memberi hak bagi perusahaan untuk memecat karyawan secara sepihak tanpa
memberi pesangon sepeserpun? Tentu saja tidak.
Sayangnya
Majelis Hakim di PHI entah kurang jeli ataupun mungkin ada factor lain
yang mempengaruhi mereka, sehingga akhirnya gugatan PHI Aslan atas hak
pesangonnya ditolak oleh Majelis Hakim. Serasa dunia hendak runtuh
memang ketika mendengar putusan tersebut, seorang karyawan teladan yang
bekerja sudah 10 tahun, karena mangkir satu hari bisa langsung di PHK
secara sepihak tanpa diberi Pesangon sedikitpun.
Demi
tekadnya untuk memperjuangkan kebenaran, maka Aslan pun menempuh
langkah Kasasi atas putusan PHI tersebut ke Mahkamah Agung, Aslan masih
percaya jika para Hakim Agung yang nanti memeriksa perkaranya masih
memiliki integritas untuk memutus dengan seadil-adilnya.
Akhirnya
setelah sekian lama menanti, terhitung semenjak awal bulan April 2012,
Aslan mendapatkan kabar yang dinanti-nantikannya, perjuangannya berbuah
manis, Kasasinya dikabulkan oleh Mahkamah Agung dan pihak perusahaan
dihukum untuk wajib membayar hak-hak normative Aslan berupa uang
pesangon dan hak-hak lainnya sesuai pasal 156 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan. sungguh merupakan kado indah ditengah
penantiannya yang genap setahun lamanya demi meperjuangkan hak-hak nya
yang terampas. Biarlah kisah Aslan ini menjadi pengingat bagi kita bahwa
kebenaran tetap harus diperjuangkan sampai dengan titik darah
penghabisan, dan yakinlah suatu saat nanti, kebenaran itulah yang akan
muncul sebagai pemenang.
Oleh : Jecky Tengens, SH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar